2023-02-16

Tantangan dalam Industri Tekstil Saat Ini: Visibilitas dan Transparansi di Era Informasi

Tantangan dalam Industri Tekstil Saat Ini: Visibilitas dan Transparansi di Era Informasi

Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan sandang, pangan, dan papan sebagai kebutuhan pokok. Tekstil yang termasuk dalam kategori sandang juga sangat banyak mempengaruhi kehidupan manusia sehari-hari. Pakaian untuk umat manusia telah berkembang dari sebuah kebutuhan dasar menjadi ekspresi identitas diri, fashion, gaya hidup, dan atribut simbol status sosial. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan segi ekonomi, di mana ukuran pasar tekstil global saat ini bernilai USD 993,6 miliar pada tahun 2021 dan diperkirakan akan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 4,0% dari tahun 2022 hingga 2030. 

 

Industri tekstil telah menjadi bagian penting dari penggerak ekonomi global yang akan terus berkembang di tahun-tahun mendatang. Industri tekstil juga adalah salah satu penyumbang terbesar GDP global, yang otomatis berdampak besar pada pasar tenaga kerja. Tak hanya itu, peningkatan pendapatan konsumen diperkirakan juga akan meningkatkan permintaan komoditi pakaian dan aksesoris dalam beberapa tahun ke depan.

 

Kemajuan industri tekstil didorong oleh peningkatan permintaan konsumen di seluruh dunia. Maraknya permintaan dan peningkatan konsumsi fast fashion telah dirasakan berdampak pada lingkungan layaknya industri lainnya. Sebagai contoh, berdasarkan riset PBB, untuk membuat satu celana jeans dibutuhkan sekitar 7.500 liter air, setara dengan volume air yang diminum rata-rata per orang selama 7 tahun. Namun pada kenyataannya, sebagian besar produk garmen dibuang dalam jangka waktu sekitar 12 bulan. Bila dihitung dalam skala global, industri fashion dapat menghasilkan 40 juta ton limbah tekstil setiap tahunnya; di mana hanya kurang dari 1% bahan katun yang diproses daur ulang pada tahun 2020 – berdasarkan riset oleh Yayasan Ellen MacArthur.

 

Tidak dapat dipungkiri bahwa industri tekstil dan garmen diyakini sebagai industri paling berpolusi kedua di dunia. Namun, industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja di negara-negara berkembang. Sayangnya, praktik keselamatan pekerja tekstil cenderung diabaikan, terutama dalam industri dengan permintaan produksi tinggi seperti fast fashion. Sebagai contoh, insiden pembangunan pabrik Rana Plaza di Bangladesh merupakan tragedi terburuk yang pernah melanda industri garmen. Kasus ini seketika menyadarkan dunia akan kondisi kerja yang tidak aman, kumuh, dan tidak layak yang dihadapi oleh banyak pekerja di sektor garmen siap pakai. Untuk menghindari terulangnya kejadian seperti ini, konsumen dan produsen harus melakukan upaya terus menerus untuk meningkatkan kesadaran dan menciptakan industri tekstil yang lebih ramah lingkungan, etis, dan mensejahterakan.

 

Bagaimana cara kita berkontribusi dalam menciptakan Industri Tekstil yang Berkelanjutan?

 

Pertama, kita harus memahami tantangan dalam industri tekstil dan garmen. Pada dasarnya, rantai pasokan tekstil dan garmen menghasilkan jejak karbon dalam lingkungan. Rantai pasokan di sini mengacu pada setiap langkah proses pembuatan garmen produk akhir. Mulai dari sumber bahan mentah (serat, benang), hingga pakaian jadi yang dijual oleh merek fashion; sampai distribusi akhir kepada pelanggan. Hal ini meliputi perkebunan bahan mentah, pemintalan benang, pemrosesan kain, pewarnaan, penjahitan, dan penjualan atau distribusi. Banyaknya langkah yang dibutuhkan dari bahan mentah hingga produk akhir inilah yang membuat rantai pasok industri tekstil semakin sulit dilacak.

Tingginya kesadaran akan ESG atau Environmental, Social, and Governance (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola) di semua lini industri juga memotivasi keingintahuan masyarakat untuk mengetahui bagaimana tekstil dan garmen diproduksi. Konsumen dalam era informasi ini semakin sadar akan dampak lingkungan, terutama mereka yang menginginkan bagaimana benang, kain, garmen, dan produk tekstil lainnya diproses. Banyak pertanyaan dan kekhawatiran yang bermunculan dari konsumen saat ini seperti: berapa banyak jejak karbon yang dihasilkan, adakah praktik kekejaman terhadap hewan, dan apakah para pekerja menerima upah yang adil serta lingkungan kerja yang aman. Generasi saat ini dan mendatang menjadi lebih sadar akan etika konsumsi, yang kemudian mendorong produsen untuk menerapkan praktek industri yang berkelanjutan. Hal inilah mengapa produsen dan konsumen membutuhkan visibilitas dan transparansi dalam end-to-end proses di industri tekstil.

Seperti yang dipaparkan oleh grafik rantai pasokan tekstil di atas, dapat dilihat produsen kain dan garmen harus melalui proses sourcing yang rumit dan melibatkan banyak langkah yang otomatis memakan sumber daya waktu yang lebih lama dan sumber daya manusia yang lebih banyak.

Sebagian besar perusahaan industri garmen bekerja sama dengan lingkungan kecil pemasok kain di mana sourcing circle mereka cenderung hanya melingkupi pemasok lokal dan/atau pemasok yang sama dalam bertahun-tahun tanpa melakukan ekspansi. Misalnya, perusahaan A dan B sama-sama bergerak di industri tekstil. Perusahaan A adalah produsen kain kecil di Vietnam, dan B adalah perusahaan fashion brand di Amerika Serikat. Di satu sisi, perusahaan kain A kesulitan memasarkan produknya untuk menjadi bagian dari rantai pasok brand B. Di sisi lain, perusahaan fashion B biasanya tidak memiliki banyak pilihan pemasok karena produsen kain seperti perusahaan A ini sebagian besar tidak dapat ditemukan secara online kecuali brand B memiliki koneksi lokal di Vietnam. Selain itu, ada juga kendala bahasa. Produsen kain kecil lokal di Vietnam seperti perusahaan A biasanya belum memiliki kesempatan ekspor karena belum atau tidak adanya divisi internasional atau sumber daya manusia yang berbahasa Inggris. Bisa juga karena mereka belum memiliki modal dan exposure yang cukup untuk memiliki hubungan dengan brand-brand fashion besar internasional untuk dapat menjadi pemasok langsung mereka. Hal inilah yang menyebabkan kendala bagi mayoritas konsumen untuk dapat mengkonsumsi produk-produk yang beretika dan berkelanjutan dalam merek fashion ternama.

 

Bahkan di era digital ini, keterbatasan informasi masih ada. Penjual atau pemasok kain memiliki pengetahuan yang terbatas tentang potensi pelanggan mereka di seluruh dunia. Pembeli atau industri garmen juga memiliki keterbatasan pengetahuan akan varietas pemasok kain di negara-negara berkembang. Keterbatasan ini berdampak negatif pada efisiensi transaksi yang menyebabkan kerugian yang dapat dihindari jika kedua belah pihak memiliki lebih banyak informasi dan akses yang lebih baik.

 

Selain itu, produsen kain tidak selalu dapat dilacak oleh konsumen akhir karena produsen-produsen kain biasanya tidak dapat mengontrol rantai pasokan mereka. Maka dari itu, dengan mengeliminasi perantara dalam siklus transaksi, dapat memungkinkan produsen garmen, produsen kain, dan petani bahan mentah berhubungan langsung pada konsumen, yang kemudian dapat menghasilkan margin keuntungan yang lebih tinggi bagi produsen dan harga yang lebih rendah bagi konsumen.

 

Lalu, bagaimana caranya untuk dapat mempersingkat proses tekstil secara efisien?

 

Transformasi digital dibutuhkan dalam hal ini. Perusahaan garmen harus mengevaluasi kembali strategi dan metode sourcing serta membangun fleksibilitas ke dalam rantai pasokan mereka. Fashion brand dan industri garmen harus bekerja sama dengan produsen kain untuk meningkatkan nearshoring atau strategi dimana perusahaan melakukan outsourcing di luar negaranya namun letak geografis antar negara relatif dekat dan memungkinkan pasokan lintas batas untuk menghindari hambatan pasokan material.

 

Dengan penghapusan perantara, proses tekstil akan menjadi lebih efisien. Produsen kain dan petani bahan mentah akan mendapatkan remunerasi yang lebih tinggi, yang otomatis menyediakan kesempatan bagi perusahaan garmen dan konsumen untuk mendapatkan produk akhir dengan harga yang lebih kompetitif. Selain itu, konsumen juga akan mendapatkan keuntungan untuk mengenal lebih dekat dengan perusahaan favorit mereka, yang dapat menyebabkan peningkatan loyalitas dan penjualan.

 

Munculnya pandemi dalam beberapa tahun terakhir telah secara drastis mempengaruhi banyak industri. Industri tekstil dan garmen harus mau bekerja sama menerapkan transformasi digital di seluruh sektor B2B dan B2C. Termasuk mendigitalkan rantai pasokan, merampingkan proses sourcing yang panjang, dan juga menghadirkan visibilitas dan transparansi bahan produk. Tidak hanya lebih efisien, transparan, termobilisasi, dan hemat biaya, digitalisasi dalam proses sourcing dan rantai pasok juga diperlukan untuk mensukseskan industri tekstil dan garmen yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

 

Bagaimana jika ada medium B2B digital di mana semua produsen kain dan garmen berada di satu tempat? Apakah ini akan menjadi solusi yang efisien dan efektif?

 

Kami di Mecurus berusaha memberikan solusi end-to-end dengan menghubungkan langsung pembeli atau produsen garmen dan penjual atau produsen kain dalam satu platform. Mecurus memungkinkan pembeli untuk mencari kebutuhan kain mereka; dalam katalog ready stock maupun custom made to order dari produsen kain terpercaya dan terverifikasi. Mecurus juga memberikan kesempatan bagi produsen kain lokal di negara-negara Asia Tenggara untuk memperluas jangkauan pasar mereka secara lokal maupun internasional.

 

Untuk solusi supply chain tekstil yang lebih baik, cari tahu lebih lanjut di sini.

 

© 2025 Mecurus | All rights reserved